URGENSI ARSIP PERKARA DIGITAL PADA PERADILAN INDONESIA
Oleh Fauzia Rohmah, S.H.
Calon Hakim Pengadilan Agama Pekalongan
Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi menimbulkan banyak perubahan pada segala bidang kehidupan, termasuk pada bidang penegakan hukum. Internet telah membentuk masyaratakat dengan kebudayaan baru, dimana hubungan antara manusia dalam dimensi global tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang kian pesat dengan segala penunjangnya dalam peradaban manusia modern saat ini telah membawa Indonesia memasuki era baru.
Menyentuh pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia, khususnya pada Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, transformasi digital pada lembaga peradilan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan percepatan penyelesaian perkara dalam penegakan keadilan. Melalui pemanfaatan teknologi digital diharapkan mampu meningkatkan akuntabilitas dan profesionalitas institusi.
Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam memahami aneka perkembangan hukum harus menjadi organisasi yang adaptif dalam menyikapi dinamika yang terjadi, sehingga dengan pemahaman yang baik tersebut Mahkamah Agung akan dapat maksimal memberikan layanan keadilan bagi para pencari keadilan. Mahkamah Agung sejatinya telah lama mentransformasikan tugas pokoknya pada dunia digital. Hal ini juga selaras dengan mendorong Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik di negara Indonesia.
Lebih jauh, transformasi digital pada badan peradilan memberikan dampak pada arsip perkara pengadilan. Arsip perkara merupakan aset berharga bagi pengadilan. Untuk menjamin eksistensi arsip perkara, Mahkamah Agung melakukan modernisasi tata kelola arsip dalam aplikasi. Komitmen ini tertuang dalam Naskah Grand Design Tata Kelola Arsip Perkara Secara Digital Mahkamah Agung 2024-2028, Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung. Namun di dalam naskah tersebut belum seluruhnya mencakup design seperti apakah yang akan dibuat oleh Mahkamah Agung. Mengingat pada era 4.0 ini, perkembangan teknologi kian pesat dan sudah menjadi wajar, Aparatur Peradilanpun harus meningkatkan kemampuan bidang teknologinya secara sadar.
Tata Kelola Arsip Perkara pada Mahkamah Agung
Peradilan elektronik tidak jauh dari pengelolaan arsip digital. Karena muara dari sistem peradilan elektronik adalah dokumen arsip perkara elektronik juga. Peradilan elektronik yang dilaksanakan melalui E-Court dari mulai pendaftaran sampai dengan penjatuhan putusan dilakukan melalui elektronik, tentu selain bertujuan untuk menyederhanakan persidangan, hal ini juga bertujuan untuk mengurangi penggunaan kertas dalam persidangan. Masyarakat perlahan sudah sadar dalam melakukan pendaftaran perkara secara elektronik. Hal positif lainnya yakni biaya perkara yang lebih murah.
Namun saat ini dalam pelaksanaan sidang elektronik ketika sidang hybrid, pada saat waktu yang ditetapkan oleh hakim para pihak diminta untuk hadir di persidangan, tetap saja masih dimintai dokumen asli seperti gugatan asli, surat kuasa asli, dan dokumen lain untuk dibuktikan pada persidangan. Dokumen ini akan menumpuk pada ruang hakim. Alhasil tujuan mengurangi penggunaan kertas dan penumpukan berkas ini hanya omongan belaka. Masih dibutuhkan banyak tenaga pegawai untuk menyusun dan mengelola berkas perkara yang nantinya akan diarsipkan. Hal ini sangat berbeda dari pelaksanaan persidangan elektronik pada pengadilan di negara tetangga, misalnya Federal Court of Australia.
Pemanfaatan Arsip Digital dalam Era 4.0
Arsip Digital atau e-Arsip adalah penyimpanan dan perekaman informasi dalam media elektronik dengan wujud digital. E-Arsip merupakan transformasi arsip perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap dalam bentuk digital atau elektronik sehingga pengarsipan perkara tertata dengan baik, berdasarkan hal tersebut, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan dan pendayagunaan informasi dalam penyelenggaraan kearsipan.
Selain itu, aplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Mahkamah Agung telah menyediakan fitur Arsip Perkara untuk mengunggah berkas perkara menjadi data arsip secara elektronik melalui alih media dari arsip kertas yang di-scan untuk diunggah. Sebenarnya, Mahkamah Agung dalam kedua aplikasinya telah memberikan ruang lebih untuk pengelolaan arsip perkara secara elektroAdapun manfaat dari e-Arsip sendiri meliputi:
- Kemudahan akses terhadap arsip elektronik
- Kecepatan penyajian informasi yang terekam dalam arsip elektronik
- Keamanan arsip elektronik dari pihak yang tidak berkepentingan
- Sebagai fasilitas back-up arsip-arsip vital
- Efisiensi waktu akses dimanapun dan kapanpun
- Memperkecil kemungkinan kehancuran data pada e-arsip
Strategi Untuk Mewujudkan Arsip Perkara Digital Dalam Rangka Meningkatkan Efektivitas Peradilan Elektronik Di Era Revolusi Industry 4.0
Peningkatan efektivitas peradilan elektronik di era revolusi industry 4.0 telah diupayakan Mahkamah Agung dalam segala cara. Mulai dari sosialisasi penggunaan e-Court untuk pengguna terdaftar dan untuk pengguna lain (masyarakat yang menjadi pihak berperkara). Namun Mahkamah Agung belum sepenuhnya mewujudkan tata kelola arsip perkara digital dalam menangani penggunaan e-Court ini.
Beberapa strategi dalam mewujudkan arsip perkara digital telah Penulis design untuk mengurangi penumpukan dokumen perkara pada ruang arsip pengadilan dan ruang arsip Mahkamah Agung sendiri. Berikut di bawah ini merupakan strategi mewujudkan arsip perkara digital dalam rangka meningkatkan efektivitas peradilan elektronik di era revolusi industri 4.0 :
- Minimalisir cetakan dokumen perkara
Dengan adanya e-Court seharusnya dokumen tidak perlu dicetak oleh pihak. Namun banyak ditemui pada pengadilan-pengadilan dokumen surat gugatan, jawab jinawab, majelis hakim mencetak dokumen yang telah diunggah oleh Penggugat dan Tergugat untuk dimasukkan pada berkas perkara. Menurut hemat penulis, dengan adanya e-Court sebagai bentuk kemajuan teknologi ini memudahkan hakim untuk membaca dokumen dalam layar komputernya bukan malah mencetak dokumen elektronik menjadi kertas yang menyebabkan kertas-kertas menumpuk pada lingkungan pengadilan. Penulis melihat pada persidangan di Federal Court of Australia pada beberapa tahun yang lalu, para pihak dan majelis hakim membaca dokumen pada layar gadged mereka untuk menyampaikan pendapatnya tanpa ada dokumen cetak di meja persidangan.
- Peningkatan Sumber Daya Manusia
Tidak dipungkiri, peningkatan sumber daya manusia menjadi hal utama untuk meningkatkan efektivitas peradilan elektronik dan pengelolaan arsip perkara digital. Namun Mahkamah Agung hanya fokus memberikan peningkatan kompetensi operasional teknologi pada pranata komputer. Padahal seorang hakim, panitera pengganti, bahkan analis perkara peradilan mereka sangat membutuhkan peningkatan kompetensi teknologi mengingat mereka semua ikut andil dalam mengakses e-Court dan SIPP. Penyusunan Court Calender apabila persidangan dilakukan secara elektronik juga harus diinput dalam Sistem Informasi Pengadilan. Ketika aparatur peradilan tidak dapat mengakses aplikasi-aplikasi tersebut, tentu segala tugas peradilan akan memperlambat proses keadilan kepada Masyarakat.
- Arsip Perkara Terintegrasi
Integrasi perkara dari e-Court dan SIPP pada saat ini belum maksimal. Masih terdapat kendala bahkan sudah sinkron pun ketika ada data dalam e-Court yang diperbaharui tidak langsung sinkron pada SIPP. Sebaiknya dokumen gugatan, jawab jinawab pada e-Court otomatis terintegrasi pada SIPP dan secara otomatis sistem membuat arsip pada Bagian Arsip Perkara di SIPP. Untuk memudahkan hakim dan aparatur mencari berkas perkara, semua dilakukan melalui aplikasi SIPP yang dapat dibuka dimanapun dan kapanpun saja. Hal ini menjadi konsen untuk Mahkamah Agung yang harus diselesaikan dalam mengembangkan sistem informasi pengadilan yang lebih maju.
Selain itu design arsip perkara terintegrasi ini yang penulis kemukakan yaitu dengan mekanisme otomatisasi. Ketika panitera sidang membuat berita acara, kemudian berita acara sidang tersebut di unggah pada SIPP, Ketua Majelis harus memverifikasi dokumen tersebut terlebih dahulu. Ketika semuanya sudah terverifikasi, tanda tangan elektronik akan otomatis menempel pada BAS tersebut dan BAS akan secara otomatis pula terintegrasi pada list Daftar Arsip Perkara sebelum diminutasi akhir. Karena daftar arsip perkara akan menunjukkan warna yang berbeda ketika dia telah selesai diminutasi dan ketika dia masih menjadi perkara aktif.
Beberapa poin di atas yang Penulis kemukakan adalah bentuk respon perkembangan zaman yang kian modern. Penulis berharap kepada pembuat kebijakan untuk dapat mengoptimalkan kemajuan teknologi dalam melaksanakan tugas di lingkungan peradilan. Tulisan ini juga bentuk partisipasi dari Penulis sebagai aparatur pengadilan yang sekaligus mejadi harapan besar agar Mahkamah Agung dan Badan Peradilan dibawahnya menjadi Peradilan Indonesia Yang Agung dan Modern.